Rabu, 28 November 2012

Bahasa Roh



Studi Kontekstualisasi tentang Bahasa Roh
(JHON MUSA RENDHOARD)

Pendahuluan
            Bahasa Roh merupakan topik yang hangat sampai saat ini, tidak herang banyak para teolog yang sampai saat ini bergumul untuk menjawab apakah konsep Bahasa roh ini masih relevan sampai sekarang? Bahkan bukan hanya para teolog, ,melainkan semua jemaat pun diperhadapkan dengan konsep ini . Namun pertanyaannya ialah apakah penafsiran ‘bahasa roh’ merupakan penafisran yang tepat? Dan jika itu benar, apakah masih relevan kata itu digunakan di dalam peribadahan umat dan juga menjadi tanda pertumbuhan iman seseorang.
Pembahasan
1.1.Terminologi
        Di dalam Bahasa Yunani, Bahasa Roh ialah  [1]  glw,ssh|| (glosse/ glosolali), beberapa terjemahan  menyebutnya ialah bahasa lidah, diantaranya; NRS ‘in a tongue” (Bahasa Lidah), RSV ‘in a tongue (Bahasa lidah), BGT  glw,ssh|| ‘ (bahasa lidah) dan GNT ‘  glw,ssh||’ (bahasa lidah), hanya terjemahan LAI yang menerjemahkan bahasa roh dan bahasa lain dan BIS yang menggunakan bahasa ajaib.
Di dalam terjemahan yang asli dari bahasa Yunani, ialah glw,ssh|| , terjemahan yang asli mengartikan kata Glosseh/glosolali ini ialah bahasa lidah, bukan bahasa Roh yang dimengerti oleh kita sampai saat ini. kata glosseh ini muncul di Perjanjian Baru sebanyak 47 kata, sedangkang di kitab surat Korintus muncul sebanyak 19 kali dan di dalam Kisah Para Rasul kata ini muncul sebanyak 6 kali, dan sisanya di dalam kitab-kitab yang lainnya di dalam Perjanjian Baru. Di dalam surat Korintus kata ini muncul  sebagai bukti tentang salah satu karunia (1 Kor 14) dan di dalam Kisah Para Rasul kata ini muncul pada saat hari Pentakosta. Artinya di dalam 2 peristiwa penting tadi dari kedua kitab itu, memberikan suatu alasan penafsiran untuk menggunakan kata itu sebagai bagian dari peribadahan dan bukti ‘telah dipenuhi roh’ oleh kalangan tertentu. 

1.2. Bahasa Roh di Dalam kitab Kisah Para Rasul
Di dalam Kisah Para Rasul, kata ini muncul pada saat peristiwa yang begitu penting terjadi, yaitu pada saat turunnya pencurahan Roh Kudus, kepada para murid dalam bentuk seperti lidah-lidah api, atau yang disebut sebagai hari Pentakosta. Hari ini terjadi setelah 50 hari kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus. Peristiwa ini terjadi pada saat para murid sedang berkumpul,mereka berkumpul untuk bertekung di dalam doa (1 kis 1:14),  setelah mereka memilih Matias sebagai pengganti Yudas (ayt  26) kemudian berkumpulah mereka, pada saat itu adalah hari dimana seluruh umat datang untuk merayakan hari Pentakosta (Pesta Pertanian) dan disitulah terjadi peristiwa para murid semua dipenuhi oleh Roh, sehingga mereka tampil membritakan Kasih Kristus kepada  semua orang dari bangsa-bangsa yang berbeda. Yang menjadi sorotan di dalam teks ini ialah para murid dapat berbicara sesuai dengan bahasa dari bangsa-bangsa yang berkumpul pada saat itu (ayt 6). Dari penjelasan ayat ini, jelas sekali diketahui bahwa para murid itu berkata-kata dengan memakai bahasa bangsa-bangsa, jadi bukan berkata-kata dalam bahasa Roh.             Dan juga hal ini berati, “tidak mungkin kita menyimpulkan bahwa pengalaman para murid harus menjadi pengalaman kita juga pada masa kini. Pengalaman mereka bersifat unik karena mereka hidup dalam masa transisi dari Perjanjian Lama ke Perjanjian Baru. Pengalaman mereka hanya terjadi satu kali dan tidak menjadi pola bagi kita untuk masa kini. Sebab masuknya mereka ke dalam kepenuhan Roh Kudus terjadi dalam dua tahap yang berbeda: mencerminkan sebuah pola kesinambungan dengan kita (Roh yang sama), dan pola ketidaksambungan dengan kita (hanya dalam Pentakosta, Roh Kudus datang dalam tugas dan pelayanan-Nya sebagai Roh Kristus yang dimuliakan). Pola demikian didasarkan atas munculnya zaman baru dari zaman lama. Jadi terdapat keistimewaan dalam pengalaman murid-murid, sama seperti pengalaman mereka bersama Yesus”[2]. Jadi dengan demikian bahasa lidah yang di katakan di dalam teks ini merupakan pengalaman sekali yang dirasakan oleh para murid pada saat itu dan kita tidak mungkin bisa seperti mereka, sebab kita tidak hidup di jaman seperti itu, sehingga itu menjadi sejarah bagi kita untuk melihat karya Kristus bagi para murid yang memiliki kesempatan langsung merasakan dan hidup bersama dengan Kristus.

1.3. Bahasa Roh di Dalam kitab Surat Korintus
Dalam surat Paulus kepada jemaat di Korintus, Paulus lebih diteil lagi menjelaskan tentang bahasa Roh itu, dan untuk apa saja bahasa Roh itu digunakan. Dalam hal ini, bahasa Roh itu masuk di dalam salah satu urutan karunia-karunia Roh (1 Kor 14: 1-25 ). Artinya Paulus mengakui bahwa bahasa Roh juga merupakan karunia yang Tuhan berikan. Namun di dalam teks ini, menyatakan bahwa karunia itu hanya digunakan secara pribadi untuk membangun diri sendiri (ayt 4), sebab di dalam ayat yang sebelumnya menjelaskan bahwa bahasa itu tidak akan dimengerti oleh orang lain, sehingga hanya ditujukan kepada pribadi-pribadi sendiri, dan menurut Paulus tidak diperkenankan untuk memakai bahasa itu di dalam persekutuan dengan jemaat,sebab jika itu dipakai dalam persekutuan dengan jemaat maka akan menjadi batu sandungan bagi jemaat yang baru (ayt 23).
1.4.Bahasa Roh dalam Konteks Masa Kini
Di dalam perkembangannya, ‘bahasa roh’ seperti yang sekarang ini menjadi suatu tren  gaya hidup  kerohanian bagi kalangan tertentu, bahasa roh kini bahkan telah menjadi suatu tanda yang menunjukkan tingkat kedewasaan kerohanian seseorang, seperti dikatakan oleh “Dr.Peter Master, di dalam bukunya “ Bahasa Lidah di lingkungan Kharismatik sebagian besar adalah untuk keuntungan pribadi. Hal itu diinginkan sebagai sebuah tanda pribadi, demi nilai-nilai rohani, emosional dan eksatis di dalam penyembahan pribadi”[3]. Oleh karena itu, di dalam kalangan tertentu bahasa roh menjadi hal yang penting bagi pertumbuhan kerohanian seseorang. Namun di dalam perkembangannya, bahasa lidah ini bukan hanya menjadi gaya hidup bagi seseorang di dalam persekutuan pribadinya dengan Tuhan, malah dipergunakan untuk persektuan yang jumlahnya sangat banyak, seperti di dalam ibadah-ibadah dan juga di persekutuan-persekutuan yang jumlahnya sangat banyak. Namun menurut  Dr. J.L. Abineno “ Menurut saya ini: Bahwa dalam pertemuan umum atau ibadah berkata-kata (memuji, berdoa) dengan akal-budi, artinya dengan bahasa yang dimmengerti orang itu lebih tinggii (lebih berguna) daripada berkata-kata (berdoa, memuji) dengan roh, artinya dengan bahasa yang tidak dimengerti semua orang. Lebih tinggi dalam arti relatif, sama seperti nubuat “lebih tinggi” dari glosolali. Karena itu bahasa-roh, yang dipakai dalam pertemuan-pertemuan umum, harus ditafsirkan. Sebab hanya dengan jalan demikian ia bisa bergunna bagi anggota-anggota Jemaat. Artinya: bisa membangun hidup mereka dan hidup jemaat[4]. Dalam hal ini, ia menyetujui adanya penggunaan bahasa lidah, asalkan menurutnya itu dapat dipakai dengan tepat, yaitu jika seorang diri dengan hubungannya dengan Tuhan, namun jika dengan jemaat itu bukanlah sikap yang baik. Seperti juga yang dikatakan oleh Donal Brige dan David Phypers yang menyatakan bahwa “ Nilai utama daripada karunia untuk berbicara dengan bahasa roh terletak dalam penggunaannya secara pribadi untuk membangun orang-orang perseorangan (14:2,4,14). Di dalam jemaat, karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh tidak bermanfaat kecuali kalau disertai dengan tafsirannya (14:5)[5]”. Dengan kata lain, mereka sama-sama mendukung penggunaan bahasa roh atau bahasa lidah, asalkan penggunaan itu menurut mereka haruslah digunakan secara pribadi, bukan digunakan pada saat perkumpulan jemaat.
Dalam hal ini, penulis  pun sependapat dengan kedua teolog ini, bahwa penggunaan bahasa roh bukanlah suatu hal yang penting dalam peribadahan yang saat ini di gunakan dan diterapkan oleh beberapa gereja sampai saat ini, bahkan bahasa lidah yang sekarang ini bukan lagi digunakan untuk membangun dirinya, malah hanya sebagai sebuah formalitas untuk mengukur seseorang itu sudah memiliki Roh Kudus atau belum, tentu ini adalah hal yang keliru, bahasa lidah bukanlah tanda bahwa seseorang itu telah dipenuhi Roh Kudus atau belum, tetapi seperti dijelaskan diatas digunakan hanya untuk pertumbuhan pribadinya dengan Tuhan. Artinya bahwa bahasa lidah bukanlah suatu syarat bagi setiap orang yang ingin dipenuhi oleh Roh Kudus, melainkan suatu ritual bagi persekutuan seseorang dengan Tuhan, sebab hanya dia yang mengerti isi hatinya di dalam kata-kata itu kepada Tuhan.



[1] Bible Works, GNT, BGT, NRS, RSV, LAI dan BIS
[2] Sumber: Majalah MOMENTUM No. 40 - Juli 1999, tulisan Sinclair B. Fergusson


[3] Dr. Peter Masters & Prof. John C Whitcomb, Fenomena Kharismatik, Jakarta: (Terj) Yayasan Misi Remaja Indonesia . hal 44
[4] Dr. J. L. CH. Abineno, Karunia-karunia Roh Kudus, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1980, hal 23
[5] Donald Bridge & David Phypers, Karunia-karunia Roh dan Jemaat, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1999. Hal  81

3 komentar:

  1. Iya, memang benar seperti itu, tapi saya ingin bertanya bagaimana dengan gereja yang mempraktekkan bahasa roh dalam persekutuan bahkan peribadatan mereka dengan alasan bahwa "memang bahasa roh itu untuk membangun diri sendiri/iman seseorang secara personal", artinya kalau semua orang berbahasa roh maka iman mereka masing-masing akan terbangun (jemaat akan terbangun imannya). Saya tunggu imannya...

    BalasHapus
  2. Maaf, maksud saya jawaban atau komentarnya..

    BalasHapus
  3. maaf pak saya baru membuka blog saya hari ini dan melihat pertanyaan bapak. jadi begini pak saya menjawabnya. Bahasa roh memang dipakai ketika para murid menerima Roh Kudus yang dijanjikan oleh Kristus. jadi setelah para murid menyaksikan kenaikan Kristus ke surga maka kemudian mereka berkumpul di suatu tempat untuk menanti kedatangan turunnya Roh Kudus kepada mereka. nah yang perlu bapak ketahui ialah apa sih sebenarnya fungsi dari turunnya Roh kudus kepda para murid? yang pertama, Roh Kudus mensyahkan seseorang untuk membritakan Injil Kritus, itu tandanya. dan yang kedua ialah sebagai penolong, ingat inilah janji Kristus kepda para murid bahwa Ia akan memberi penolong yang lain yaitu Roh Kudus kepada mereka setelah Ia nanti meninggalkan mereka dari bumi ini. jadi jika bapak memahami kedua hal ini bapak akan mengerti peran dari Roh Kudus sendri pada diri setiap pribadi. bahasa lidah memang hanya dipakai untuk menyambah Yesus dalam pribadinya dengan Tuhan. dan ingat, ini hanya akan benar-benar terjadi ketika Ia memiliki keintiman dengan Kristus pada saat ia menyembah Kristus. jadi bukan digunakan dalam persekutuan dengan jemaat atau dalam peribadahan. jadi jika dilihat ada dalam suatu persekutuan ada yang menggunakan bahasa Roh (lidah) itu bukanlah bahasa yang dari roh kita!!! tapi dari lidah kita!! ingat, ketika kita menyembah Tuhan maka roh kita juga menyembah Tuhan!! tapi roh itu akan nampak menyembah kepada Kristus dan menyatakan hal-hal yang dari Tuhan mengenai dirinya dan pemberitaan yang sesuai firman Allah jika ia secara pribadi memilki hubungan yang baik dengan Kristus. jadi ketika ia menyembah dalam roh maka sikap dan perbuatannya akan nampak berbeda dapat melakukan perintah Allah dan menjadi kuat dalam pekerjaan Allah. itulah tandanya dan yang harus digunakan. jadi ketika digunakan dalam persekutuan, saya katakan itu bukan bahasa roh, atau roh kita menyembah, tetapi itu hanya bahasa lidah yang secara reflek terjadi ketika kita sedang menyanyi dan memuji Tuhan, hal itu reflek terjadi sebab kita tidak tahu apalagi yang harus kita katakan, jadi hanya lidahlah yang berkata2. nasihat Paulus ialah marilah kita menyembah dengan akal kita, mengeluarkan penyembahan dan keagungan serta kemuliaan Allah dengan benar seperti Daud memuji dan menyembah Tuhan dengan kata-kata yang dapat membangun. salm pak Tuhan Yesus memberkati. Amin

    BalasHapus